Pagi
itu, seluruh pekerja dikumpulkan lalu dibariskan. Tampak semua pekerja
berpakaian lengkap, mengenakan rompi, safety helm dan safety shoes. Rupanya pagi
itu HSE Officer mengumpulkan pekerja dalam rangka pembicaraan lima menit atau
yang lebih dikenal sebagai Safety Morning Talk. Kegiatan ini memang sudah
menjadi kewajiban sebelum memulai pekerjaan. Menjelang siang, mendadak
pekerjaan dihentikan oleh mandor setelah mendengar teriakan pekerja yang
mengerang kesakitan. Ya, siang itu seorang pekerja terjatuh dari pekerjaan
renovasi atap mess. HSE Officer lalu membawa korban menuju pelayanan kesehatan
terdekat disekitar proyek. HSE Officer juga melaporkan insiden ini kepada koordinator
di kantor pusat sebagai hirarki pelaporan insiden. Melihat kondisi ini, sudah
menjadi kewajiban bagi HSE Officer untuk mendistribusikan informasi ini kepada
Owner dan pihak terkait lainnya agar tidak terjadi dilokasi yang sama ataupun
dilokasi yang lain. Semua pihak berhak mendapatkan informasi ini. Keinginan
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan selamat tidak akan terwujud tanpa
dilandasi kerjasama yang baik antar perusahaan. Terlebih jika memiliki mindset
bahwa sebuah insiden seperti layaknya aib yang harus ditutupi. Ada hal menarik
yang bisa dicermati setiap terjadi adanya insiden. Hal pertama yang selalu
mencuat adalah kekhawatiran seorang pimpinan proyek bilamana berita insiden
tersebut diketahui oleh atasannya atau top level manajemen perusahaan. Kekhawatiran
yang mengharuskan seorang pimpinan proyek melakukan lobi-lobi kepada pihak
terkait agar insiden tersebut tidak terdengar khalayak ramai. Sikap ini
dianggap cukup beralasan dikarenakan yang pertama ialah menyelamatkan
perusahaan dari persepsi buruk di masyarakat sekitar. Yang kedua adalah
menghindari sorot tajam top level manajemen kepada gagalnya pengelolaan
manajemen proyek yang bersangkutan. Insiden menjadi bukti gagalnya sebuah
perencanaan dan pengendalian risiko disuatu aktivitas. Barrier yang dipasang mampu ditembus oleh hazard sehingga terjadi kontak kepada manusia, alat maupun
lingkungan.Situasi diatas perlu dievaluasi agar kedepannya setiap aktivitas
direncanakan lebih matang dan potensi bahayanya diperhitungkan dengan baik. Sikap
defense pimpinan proyek yang demikian
juga tidak diharapkan jika tujuan dari sikap tersebut hanya menguntungkan kepentingan individu/kelompok
saja. Lebih luas dari itu, sebuah insiden seharusnya mampu menyisakan pelajaran
penting, baik individu maupun perusahaan secara umum. Tidak menganggapnya remeh
sekilas lalu, bahwa itu bagian dari skenario Tuhan semata. Nihil evaluasi dan tidak
ada kemauan berbenah. Miris.
Tuesday 29 November 2016
Friday 25 November 2016
Substandard Act & Substandard Condition
Secara garis besar substandard act dan substandard condition dapat di artikan sebagai suatu peristiwa yang tidak sesuai dengan standard dalam hal ini safety(keselamatan) . Sebelum mengenal kedua istilah ini kita lebih dahulu familiar dengan unsafe act dan unsafe condition, dimana dalam pengertiannya adalah kejadian atau lingkungan yang tidak aman. Aman disini tentu setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda standardnya.
Substandard act dan condition memiliki pengertian yang sama dengan unsafe act dan condition, perbedaannya hanyalah pada sub standart Act & condition terdapat standart atau patokan bagaimana tindakan dan kondisi yang aman. Sedangkan pada unsafe act & condition tidak ada patokan atau standart yang menyulitkan untuk menilai kondisi dan tindakan yang aman bagaimana. Standard disini bisa diartikan sesuai dengan peraturan pemerintah atau sesuai dengan standard K3 yang berlaku diperusahaan anda masing-masing.
Keduanya merupakan sebab dasar kecelakaan, kecelakaan bisa terjadi karena kondisi yang tidak standard dan pekerja yang bekerja tidak sesuai standard. 1 kecelakaan disebabkan oleh 600 nearmiss yang tidak ditanggapi secara serius.
Penyebabnya bisa bermacam-macam, bisa dari pekerja atau pekerjaannya. Misalnya :
A. Faktor Pekerja
- Kurangnya Pengetahuan
- Motivasi Kerja Kurang
- Kurangnya Keterampilan
- Pekerja mengalami beban fisik atau mental
- Usia pekerja yang masih dini, sehingga kondisi mental masih belum stabil, dll.
- Standar mutu pekerjaan yang kurang baik
- Design dan maintenance yang kurang baik
- Program pengawasan pekerjaan tidak dilakukan
- Lingkungan kerja tidak sesuai standard (kebisingan, pencahayaan kurang, pertukaran udara tidak lancar, dll)
- Kurangnya sistem proteksi pada mesin akibat engineering control yang tidak berjalan, dll.
Salam Safety!
Wednesday 16 November 2016
Mengenal Izin Kerja (Work Permit)
Suatu pekerjaan yang memiliki
risiko yang tinggi harus mendapat izin dari supervisior atau Safety Officer di
lapangan. Ijin Kerja (Permit to Work) adalah sebuah sistem ijin bekerja
tertulis formal yang digunakan untuk mengontrol jenis pekerjaan tertentu yang
berpotensi bahaya. Ijin Kerja (Permit to Work) diperlukan untuk mengendalikan
dari potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan. Ijin Kerja (Permit to
Work) juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti JSA (Job Safety
Analysis) dan Tool Box Checklist. Ada beberapa ijin kerja dari suatu pekerjaan
yang membutuhkan Ijin Kerja (Permit to Work). Beberapa contoh dari pekerjaan
yang harus dibuat Ijin Kerja (Permit to Work), sebagai berikut:
1.
Ijin
Kerja Panas (Hot Work Permit) adalah
ijin kerja untuk pekerjaan yang menghasilkan api atau menggunakan api, dimana
lokasi pekerjaan tersebut berdekatan dengan bahan yang mudah terbakar.
Contohnya:
Pekerjaan Welding, grinding & cutting berdekatan dengan bahan mudah
terbakar
2. Ijin
Kerja Dingin (Cold Work Permit)
adalah ijin kerja untuk pekerjaan seperti: Hidro test, Phenuematic test,
Pengecetan, Pekerjaan Sipil dll.
3.
Ijin
Kerja Masuk Ruang Terbatas (Confined
Space Entry Permit) adalah ijin kerja untuk bekerja didalam ruang
terbatas, yang dimaksud terbatas adalah:
–
Dari kemungkinan dari keterbatasan oksigen
didalam ruang kerja
–
Ruangan bekas dari bahan kimia & gas lainnya
–
Akses masuk / keluar masuk tempat kerja yang
terbatas
–
Pencahayaan yang kurang
–
dll
Contoh
pekerjaan seperti bekerja di dalam tangki, dll.
4.
Radiography Permit adalah ijin kerja
untuk pekerjaan yang berhubungan radiasi sinar X/gamma
5. Ijin
Kerja Listrik (Electric Work Permit)
adalah ijin kerja untuk pekerjaan menghidupkan atau perbaikan peralatan listrik
baru atau peralatan lama & battery charging
6.
Ijin
Pengangkatan (Lifting Permit)
adalah ijin kerja untuk pengangkatan yang kritikal, beban yang diangkat diatas
10 Ton atau pengangkatan dengan menggunakan 2 crane atau lebih dan pengangkatan
material yang mahal harganya dan material lebar ukurannya yang kategorikan
berbahaya.
7.
Ijin
Bekerja Diatas Ketinggian adalah ijin kerja yang diberikan kepada pekerja
yang akan bekerja diatas ketinggian yang dilakukan dimana akses ketempat kerja
harus menggunakan personal basket (tanpa tangga/ledder).
8.
Surat
Ijin Pekerjaan Penggalian (Excavation
Work Permit) adalah suatu pekerjaan yang meliputi semua pekerjaan
penggalian di daerah yang memerlukan pemeriksaan dan persetujuan dari berbagai
departemen terkait seperti, produksi,
electric, communication, pipeline maintenance.
Pelaksana/pengawas/supervisor akan memberikan ijin kerja K3 setelah melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal sebagai berikut :
a)
Kesehatan Kondisi pekerja.
b) Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk
kelengkapan APD sesuai yang disyaratkan pada kondisi pekerjaan yang akan
dikerjakan)
c) Tidak ada kondisi berbahaya di lokasi pekerjaan
(kondisi berbahaya yang ada di lokasi pekerjaan sudah dikontrol sehingga
tingkat risikonya ada pada tingkat “dapat ditolererir”)
d) Hal-hal lain yang berhubungan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja pada lokasi kerja tersebut.
Tuesday 8 November 2016
Seberapa Efektif Komitmen Dalam Penerapan K3?
Dalam penerapan sistem manajemen
K3 dimulai dengan komitmen dari pucuk pimpinan mengenai penerapan K3 di
perusahaan tersebut. Komitmen merupakan langkah awal dalam penerapan sistem manajemen
K3 disuatu perusahaan. Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan untuk
menerapkan sebuah system K3 harus dilakukan oleh manajemen puncak dan system
manajemen K3 tidak akan berjalan mulus tanpa adanya komitmen manajemen terhadap
manajemen tersebut. Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan yang telah di
lakukan oleh manajemen puncak di serahkan dan di tetapkan kepada para pegawai.
Tidak hanya pucuk pimpinan saja
yang harus berkomitmen untuk masalah K3 akan tetapi seluruh pekerja yang
bekerja diperusahaan tersebut untuk turut serta menjalankan komitmen yang telah
dibuat oleh perusahaan. Komitmen perusahaan akan K3 dimuat dalam beberapa
peraturan diantaranya :
- UU
No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
- PP
No 50 Tahun 2012 Tentang SMK3
- Peraturan
Menteri ESDM No 38 Tahun 2014 Tentang SMKP
Pada dasarnya bentuk nyata dari
suatu komitmen tidak bisa hanya dalam lisan atau ucapan saja bahwa perusahaan
peduli tentang K3, akan tetapi harus dibakukan menjadi suatu kebijakan suatu
perusahaan . Bentuk dari komitmen bisa dalam bentuk poster tertulis yang secara
berkala harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada seluruh pekerja. Komitmen
diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti
serta diketahui oleh seluruh pekerja. Manajemen K3 mengidentifikasi dan
menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana
untuk terlaksananya program K3 di perusahaan-perusahaan. Kebijakan K3 di
perusahaan-perusahaan diwujudkan dalam
bentuk wadah K3 perusahaan dalam
struktur organisasi perusahaan. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 ,
perlu disusun strategi seperti advokasi sosialisasi program K3, menetapkan
tujuan yang jelas, organisasi dan penugasan yang jelas, meningkatkan SDM
profesional di bidang K3 pada setiap unit kerja di lingkungan perusahaan,
sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak, kajian risiko secara
kualitatif dan kuantitatif, membuat program kerja K3 perusahaan yang
mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan serta monitoring dan evaluasi
secara internal dan eksternal secara berkala.
Tentu saja komitmen ini harus
selalu menjadi landasan suatu perusahaan dalam memutuskan sesuatu dalam hal
apapun tetap memperhatikan aspek K3. Tidak hanya berkomitmen akan tetapi juga
harus mendukung dan ikut serta dalam pengembangan K3 di perusahaan. Komitmen akan
K3 bukan hanya dokumen pendukung pada saat tender saja, akan tetapi sesuatu hal
yang penting dan harus dilaksanakan secara serius dan berkelanjutan. Karena sekali
lagi biaya untuk K3 tidaklah murah, akan tetapi bila perusahaan tidak serius
dalam masalah K3 tentu perusahaan akan mengalami kerugian yang lebih lagi. Safety
bukan hanya tugas dari seorang safety officer, akan tetapi semua aspek dari
mulai manajemen tertinggi sampai dengan pekerja dilapangan harus benar-benar
berkomitmen terhadap K3.
Subscribe to:
Posts (Atom)