Tuesday, 29 November 2016

Kecelakaan kerja di proyek, antara rasa malu dan sekilas lalu.




Pagi itu, seluruh pekerja dikumpulkan lalu dibariskan. Tampak semua pekerja berpakaian lengkap, mengenakan rompi, safety helm dan safety shoes. Rupanya pagi itu HSE Officer mengumpulkan pekerja dalam rangka pembicaraan lima menit atau yang lebih dikenal sebagai Safety Morning Talk. Kegiatan ini memang sudah menjadi kewajiban sebelum memulai pekerjaan. Menjelang siang, mendadak pekerjaan dihentikan oleh mandor setelah mendengar teriakan pekerja yang mengerang kesakitan. Ya, siang itu seorang pekerja terjatuh dari pekerjaan renovasi atap mess. HSE Officer lalu membawa korban menuju pelayanan kesehatan terdekat disekitar proyek. HSE Officer juga melaporkan insiden ini kepada koordinator di kantor pusat sebagai hirarki pelaporan insiden. Melihat kondisi ini, sudah menjadi kewajiban bagi HSE Officer untuk mendistribusikan informasi ini kepada Owner dan pihak terkait lainnya agar tidak terjadi dilokasi yang sama ataupun dilokasi yang lain. Semua pihak berhak mendapatkan informasi ini. Keinginan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan selamat tidak akan terwujud tanpa dilandasi kerjasama yang baik antar perusahaan. Terlebih jika memiliki mindset bahwa sebuah insiden seperti layaknya aib yang harus ditutupi. Ada hal menarik yang bisa dicermati setiap terjadi adanya insiden. Hal pertama yang selalu mencuat adalah kekhawatiran seorang pimpinan proyek bilamana berita insiden tersebut diketahui oleh atasannya atau top level manajemen perusahaan. Kekhawatiran yang mengharuskan seorang pimpinan proyek melakukan lobi-lobi kepada pihak terkait agar insiden tersebut tidak terdengar khalayak ramai. Sikap ini dianggap cukup beralasan dikarenakan yang pertama ialah menyelamatkan perusahaan dari persepsi buruk di masyarakat sekitar. Yang kedua adalah menghindari sorot tajam top level manajemen kepada gagalnya pengelolaan manajemen proyek yang bersangkutan. Insiden menjadi bukti gagalnya sebuah perencanaan dan pengendalian risiko disuatu aktivitas. Barrier yang dipasang mampu ditembus oleh hazard sehingga terjadi kontak kepada manusia, alat maupun lingkungan.Situasi diatas perlu dievaluasi agar kedepannya setiap aktivitas direncanakan lebih matang dan potensi bahayanya diperhitungkan dengan baik. Sikap defense pimpinan proyek yang demikian juga tidak diharapkan jika tujuan dari sikap tersebut hanya  menguntungkan kepentingan individu/kelompok saja. Lebih luas dari itu, sebuah insiden seharusnya mampu menyisakan pelajaran penting, baik individu maupun perusahaan secara umum. Tidak menganggapnya remeh sekilas lalu, bahwa itu bagian dari skenario Tuhan semata. Nihil evaluasi dan tidak ada kemauan berbenah. Miris.

Friday, 25 November 2016

Substandard Act & Substandard Condition

Secara garis besar substandard act dan substandard condition dapat di artikan sebagai suatu peristiwa yang tidak sesuai dengan standard dalam hal ini safety(keselamatan) . Sebelum mengenal kedua istilah ini kita lebih dahulu familiar dengan unsafe act dan unsafe condition, dimana dalam pengertiannya adalah kejadian atau lingkungan yang tidak aman. Aman disini tentu setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda standardnya. 

Substandard act dan condition memiliki pengertian yang sama dengan unsafe act dan condition, perbedaannya hanyalah pada sub standart Act & condition terdapat standart atau patokan bagaimana tindakan dan kondisi yang aman. Sedangkan pada unsafe act & condition tidak ada patokan atau standart yang menyulitkan untuk menilai kondisi dan tindakan yang aman bagaimana. Standard disini bisa diartikan sesuai dengan peraturan pemerintah atau sesuai dengan standard K3 yang berlaku diperusahaan anda masing-masing.

Keduanya merupakan sebab dasar kecelakaan, kecelakaan bisa terjadi karena kondisi yang tidak standard dan pekerja yang bekerja tidak sesuai standard. 1 kecelakaan disebabkan oleh 600 nearmiss yang tidak ditanggapi secara serius.  


Penyebabnya bisa bermacam-macam, bisa dari pekerja atau pekerjaannya. Misalnya :
A. Faktor Pekerja
  •  Kurangnya Pengetahuan
  • Motivasi Kerja Kurang
  • Kurangnya Keterampilan
  • Pekerja mengalami beban fisik atau mental
  • Usia pekerja yang masih dini, sehingga kondisi mental masih belum stabil, dll.
B. Faktor Pekerjaan
  •  Standar mutu pekerjaan yang kurang baik
  • Design dan maintenance yang kurang baik
  • Program pengawasan pekerjaan tidak dilakukan
  • Lingkungan kerja tidak sesuai standard (kebisingan, pencahayaan kurang, pertukaran udara tidak lancar, dll)
  • Kurangnya sistem proteksi pada mesin akibat engineering control yang tidak berjalan, dll.
Sejatinya, kita tetap harus mencegah kecelakaan di tempat kerja, salah satu caranya adalah dengan menanggapi serius peristiwa nearmiss yang terjadi, serta mengedukasi pekerja untuk terus melaporkan nearmiss sekecil apapun.

Salam Safety!

Cara Mengatasi Heat Stress


Wednesday, 16 November 2016

Mengenal Izin Kerja (Work Permit)



             Suatu pekerjaan yang memiliki risiko yang tinggi harus mendapat izin dari supervisior atau Safety Officer di lapangan. Ijin Kerja (Permit to Work) adalah sebuah sistem ijin bekerja tertulis formal yang digunakan untuk mengontrol jenis pekerjaan tertentu yang berpotensi bahaya. Ijin Kerja (Permit to Work) diperlukan untuk mengendalikan dari potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan. Ijin Kerja (Permit to Work) juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti JSA (Job Safety Analysis) dan Tool Box Checklist. Ada beberapa ijin kerja dari suatu pekerjaan yang membutuhkan Ijin Kerja (Permit to Work). Beberapa contoh dari pekerjaan yang harus dibuat Ijin Kerja (Permit to Work), sebagai berikut:
1.       Ijin Kerja Panas (Hot Work Permit) adalah ijin kerja untuk pekerjaan yang menghasilkan api atau menggunakan api, dimana lokasi pekerjaan tersebut berdekatan dengan bahan yang mudah terbakar.
Contohnya: Pekerjaan Welding, grinding & cutting berdekatan dengan bahan mudah terbakar
2.    Ijin Kerja Dingin (Cold Work Permit) adalah ijin kerja untuk pekerjaan seperti: Hidro test, Phenuematic test, Pengecetan, Pekerjaan Sipil dll.
3.       Ijin Kerja Masuk Ruang Terbatas (Confined Space Entry Permit) adalah ijin kerja untuk bekerja didalam ruang terbatas, yang dimaksud terbatas adalah:
        Dari kemungkinan dari keterbatasan oksigen didalam ruang kerja
        Ruangan bekas dari bahan kimia & gas lainnya
        Akses masuk / keluar masuk tempat kerja yang terbatas
        Pencahayaan yang kurang
        dll
Contoh pekerjaan seperti bekerja di dalam tangki, dll.
4.       Radiography Permit adalah ijin kerja untuk pekerjaan yang berhubungan radiasi sinar X/gamma
5.    Ijin Kerja Listrik (Electric Work Permit) adalah ijin kerja untuk pekerjaan menghidupkan atau perbaikan peralatan listrik baru atau peralatan lama & battery charging
6.       Ijin Pengangkatan (Lifting Permit) adalah ijin kerja untuk pengangkatan yang kritikal, beban yang diangkat diatas 10 Ton atau pengangkatan dengan menggunakan 2 crane atau lebih dan pengangkatan material yang mahal harganya dan material lebar ukurannya yang kategorikan berbahaya.
7.       Ijin Bekerja Diatas Ketinggian adalah ijin kerja yang diberikan kepada pekerja yang akan bekerja diatas ketinggian yang dilakukan dimana akses ketempat kerja harus menggunakan personal basket (tanpa tangga/ledder).
8.       Surat Ijin Pekerjaan Penggalian (Excavation Work Permit) adalah suatu pekerjaan yang meliputi semua pekerjaan penggalian di daerah yang memerlukan pemeriksaan dan persetujuan dari berbagai departemen terkait seperti, produksi, electric, communication, pipeline maintenance.


Ijin Kerja K3 (work permit) dikeluarkan oleh Pengawas/Supervisor/Pelaksana kepada sub kontraktor/mandor atau pekerja yang akan memasuki/melaksanakan pekerjaan yang dianggap berbahaya. Bekerja di ketinggian, bekerja di ruang terbatas (sumur, plafond, gua, dsb), atau bekerja di lokasi yang berbahaya adalah sederetan jenis pekerjaan yang memerlukan ijin kerja K3 untuk memulai pekerjaan tersebut.

Pelaksana/pengawas/supervisor akan memberikan ijin kerja K3 setelah melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal sebagai berikut :
a)      Kesehatan Kondisi pekerja.
b)     Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk kelengkapan APD sesuai yang disyaratkan pada kondisi pekerjaan yang akan dikerjakan)
c)    Tidak ada kondisi berbahaya di lokasi pekerjaan (kondisi berbahaya yang ada di lokasi pekerjaan sudah dikontrol sehingga tingkat risikonya ada pada tingkat “dapat ditolererir”)
d)     Hal-hal lain yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja pada lokasi kerja tersebut.

Tuesday, 8 November 2016

Seberapa Efektif Komitmen Dalam Penerapan K3?




Dalam penerapan sistem manajemen K3 dimulai dengan komitmen dari pucuk pimpinan mengenai penerapan K3 di perusahaan tersebut. Komitmen merupakan langkah awal dalam penerapan sistem manajemen K3 disuatu perusahaan. Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah system K3 harus dilakukan oleh manajemen puncak dan system manajemen K3 tidak akan berjalan mulus tanpa adanya komitmen manajemen terhadap manajemen tersebut. Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan yang telah di lakukan oleh manajemen puncak di serahkan dan di tetapkan kepada para pegawai.



Tidak hanya pucuk pimpinan saja yang harus berkomitmen untuk masalah K3 akan tetapi seluruh pekerja yang bekerja diperusahaan tersebut untuk turut serta menjalankan komitmen yang telah dibuat oleh perusahaan. Komitmen perusahaan akan K3 dimuat dalam beberapa peraturan diantaranya :
- UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
       - PP No 50 Tahun 2012 Tentang SMK3
- Peraturan Menteri ESDM No 38 Tahun 2014 Tentang SMKP

Pada dasarnya bentuk nyata dari suatu komitmen tidak bisa hanya dalam lisan atau ucapan saja bahwa perusahaan peduli tentang K3, akan tetapi harus dibakukan menjadi suatu kebijakan suatu perusahaan . Bentuk dari komitmen bisa dalam bentuk poster tertulis yang secara berkala harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada seluruh pekerja. Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh pekerja. Manajemen K3 mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di perusahaan-perusahaan. Kebijakan K3 di perusahaan-perusahaan  diwujudkan dalam bentuk wadah K3 perusahaan  dalam struktur organisasi perusahaan. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 , perlu disusun strategi seperti advokasi sosialisasi program K3, menetapkan tujuan yang jelas, organisasi dan penugasan yang jelas, meningkatkan SDM profesional di bidang K3 pada setiap unit kerja di lingkungan perusahaan, sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak, kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif, membuat program kerja K3 perusahaan yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan serta monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

Tentu saja komitmen ini harus selalu menjadi landasan suatu perusahaan dalam memutuskan sesuatu dalam hal apapun tetap memperhatikan aspek K3. Tidak hanya berkomitmen akan tetapi juga harus mendukung dan ikut serta dalam pengembangan K3 di perusahaan. Komitmen akan K3 bukan hanya dokumen pendukung pada saat tender saja, akan tetapi sesuatu hal yang penting dan harus dilaksanakan secara serius dan berkelanjutan. Karena sekali lagi biaya untuk K3 tidaklah murah, akan tetapi bila perusahaan tidak serius dalam masalah K3 tentu perusahaan akan mengalami kerugian yang lebih lagi. Safety bukan hanya tugas dari seorang safety officer, akan tetapi semua aspek dari mulai manajemen tertinggi sampai dengan pekerja dilapangan harus benar-benar berkomitmen terhadap K3.