Tuesday, 6 December 2016

Cara Mengurus Surat Izin Operator


Pertumbuhan pembangunan di Indonesia cukup menggairahkan dalam dua tahun terakhir. Pemerintah menggenjot pembangunan hingga garis terluar pulau-pulau di Indonesia. Geliat pembangunan memerlukan pengawasan yang ekstra dari pemerintah selaku regulator. Pengawasan dimaksudkan agar pada masa konstruksi tidak menyebabkan kecelakaan kerja maupun permasalahan lingkungan. Teori penyebab kecelakaan kerja dari tahun ke tahun semakin berkembang. Human error yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dibeberapa industri misalnya kontruksi maupun pertambangan masih sering mendominasi. Untuk itu, Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja sejak lama mengeluarkan regulasi untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja salah satunya adalah syarat kompetensi sumber daya manusia yang wajib dipenuhi disalah satu fungsi yakni operator. Permenaker Nomor 09/MEN/VII/2010 tentang operator dan petugas pesawat angkat dan angkut Jo PER.05/MEN/1985 menyatakan bahwa Pesawat angkat dan angkut harus dioperasikan oleh operator pesawat angkat dan angkut yang mempunyai Lisensi K3 atau biasa dikenal dengan Surat Izin Operator (SIO) dan buku kerja sesuai jenis dan kualifikasinya.

     Beberapa contoh pesawat angkat dan angkut dijelaskan sebagai berikut. Operator pesawat angkat dan angkut meliputi operator peralatan angkat, pita transport, pesawat angkutan di atas landasan dan di atas permukaan, dan alat angkutan jalan rel.

  1. Operator peralatan angkat meliputi operator dongkrak mekanik (lier), takal, alat angkat listrik/lift barang/passenger hoist, pesawat hidrolik, pesawat pneumatik, gondola, keran mobil, keran kelabang, keran pedestal, keran menara, keran gantry, keran overhead, keran portal, keran magnet, keran lokomotif, keran dinding, keran sumbu putar, dan mesin pancang
  2. Operator pita transport meliputi operator eskalator, ban berjalan, dan rantai berjalan. 
  3.  Operator pesawat angkutan di atas landasan dan di atas permukaan meliputi antara lain operator: dump truk, truk derek/trailer, alat angkutan bahan berbahaya, traktor, kereta gantung, shovel, excavator/back hoe, compactor, mesin giling, bulldozer, loader, tanden roller, tire roller, grader, vibrator, side boom, forklift dan/atau lift truk.
  4. Operator alat angkutan jalan rel meliputi operator lokomotif dan Iori.

Seorang operator dalam memperoleh lisensi K3 harus melampirkan beberapa syarat antara lain :
  1.  copy ijazah terakhir 
  2. surat keterangan berpengalaman kerja membantu operator atau petugas pesawat angkat dan angkut sesuai bidangnya yang diterbitkan oleh perusahaan
  3. surat keterangan berbadan sehat dari dokter
  4. copy kartu tanda penduduk 
  5.  copy sertifikat kompetensi sesuai dengan jenis dan kualifikasinya
  6. pas photo berwarna 2 x 3 (3 lembar) dan 4 x 6 (2 lembar).

Gambar 1. Contoh Sertifikat Kompetensi dan Lisensi K3

Dari sekian persyaratan yang biasanya menjadi kendala di lapangan adalah poin e (sertifikat kompetensi). Sertifikat kompetensi hanya bisa diperoleh melalui pembinaan K3/training yang hanya dapat diselenggarakan oleh :
  • instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan 
  •  perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3) bidang pembinaan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal berkoordinasi dengan instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Setelah lulus training, Lisensi K3 atau SIO dapat diproses lebih lanjut ke Kementerian Tenaga Kerja beserta persyaratan lainnya diatas. Dalam prakteknya, SIO ini biasanya diurus oleh Perusahaan Jasa K3 (PJK3) yang bersangkutan. Untuk biaya pengurusan SIO bisa bervariasi tergantung paket yang ditawarkan olehmasing-masing PJK3. Jadi, sudahkah semua operator di perusahaan anda telah kompeten dengan mengerti secara teori dan praktek yang aman serta telah memiliki lisensi yang dimaksud?
Semangat Pagi!

Tuesday, 29 November 2016

Kecelakaan kerja di proyek, antara rasa malu dan sekilas lalu.




Pagi itu, seluruh pekerja dikumpulkan lalu dibariskan. Tampak semua pekerja berpakaian lengkap, mengenakan rompi, safety helm dan safety shoes. Rupanya pagi itu HSE Officer mengumpulkan pekerja dalam rangka pembicaraan lima menit atau yang lebih dikenal sebagai Safety Morning Talk. Kegiatan ini memang sudah menjadi kewajiban sebelum memulai pekerjaan. Menjelang siang, mendadak pekerjaan dihentikan oleh mandor setelah mendengar teriakan pekerja yang mengerang kesakitan. Ya, siang itu seorang pekerja terjatuh dari pekerjaan renovasi atap mess. HSE Officer lalu membawa korban menuju pelayanan kesehatan terdekat disekitar proyek. HSE Officer juga melaporkan insiden ini kepada koordinator di kantor pusat sebagai hirarki pelaporan insiden. Melihat kondisi ini, sudah menjadi kewajiban bagi HSE Officer untuk mendistribusikan informasi ini kepada Owner dan pihak terkait lainnya agar tidak terjadi dilokasi yang sama ataupun dilokasi yang lain. Semua pihak berhak mendapatkan informasi ini. Keinginan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan selamat tidak akan terwujud tanpa dilandasi kerjasama yang baik antar perusahaan. Terlebih jika memiliki mindset bahwa sebuah insiden seperti layaknya aib yang harus ditutupi. Ada hal menarik yang bisa dicermati setiap terjadi adanya insiden. Hal pertama yang selalu mencuat adalah kekhawatiran seorang pimpinan proyek bilamana berita insiden tersebut diketahui oleh atasannya atau top level manajemen perusahaan. Kekhawatiran yang mengharuskan seorang pimpinan proyek melakukan lobi-lobi kepada pihak terkait agar insiden tersebut tidak terdengar khalayak ramai. Sikap ini dianggap cukup beralasan dikarenakan yang pertama ialah menyelamatkan perusahaan dari persepsi buruk di masyarakat sekitar. Yang kedua adalah menghindari sorot tajam top level manajemen kepada gagalnya pengelolaan manajemen proyek yang bersangkutan. Insiden menjadi bukti gagalnya sebuah perencanaan dan pengendalian risiko disuatu aktivitas. Barrier yang dipasang mampu ditembus oleh hazard sehingga terjadi kontak kepada manusia, alat maupun lingkungan.Situasi diatas perlu dievaluasi agar kedepannya setiap aktivitas direncanakan lebih matang dan potensi bahayanya diperhitungkan dengan baik. Sikap defense pimpinan proyek yang demikian juga tidak diharapkan jika tujuan dari sikap tersebut hanya  menguntungkan kepentingan individu/kelompok saja. Lebih luas dari itu, sebuah insiden seharusnya mampu menyisakan pelajaran penting, baik individu maupun perusahaan secara umum. Tidak menganggapnya remeh sekilas lalu, bahwa itu bagian dari skenario Tuhan semata. Nihil evaluasi dan tidak ada kemauan berbenah. Miris.

Friday, 25 November 2016

Substandard Act & Substandard Condition

Secara garis besar substandard act dan substandard condition dapat di artikan sebagai suatu peristiwa yang tidak sesuai dengan standard dalam hal ini safety(keselamatan) . Sebelum mengenal kedua istilah ini kita lebih dahulu familiar dengan unsafe act dan unsafe condition, dimana dalam pengertiannya adalah kejadian atau lingkungan yang tidak aman. Aman disini tentu setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda standardnya. 

Substandard act dan condition memiliki pengertian yang sama dengan unsafe act dan condition, perbedaannya hanyalah pada sub standart Act & condition terdapat standart atau patokan bagaimana tindakan dan kondisi yang aman. Sedangkan pada unsafe act & condition tidak ada patokan atau standart yang menyulitkan untuk menilai kondisi dan tindakan yang aman bagaimana. Standard disini bisa diartikan sesuai dengan peraturan pemerintah atau sesuai dengan standard K3 yang berlaku diperusahaan anda masing-masing.

Keduanya merupakan sebab dasar kecelakaan, kecelakaan bisa terjadi karena kondisi yang tidak standard dan pekerja yang bekerja tidak sesuai standard. 1 kecelakaan disebabkan oleh 600 nearmiss yang tidak ditanggapi secara serius.  


Penyebabnya bisa bermacam-macam, bisa dari pekerja atau pekerjaannya. Misalnya :
A. Faktor Pekerja
  •  Kurangnya Pengetahuan
  • Motivasi Kerja Kurang
  • Kurangnya Keterampilan
  • Pekerja mengalami beban fisik atau mental
  • Usia pekerja yang masih dini, sehingga kondisi mental masih belum stabil, dll.
B. Faktor Pekerjaan
  •  Standar mutu pekerjaan yang kurang baik
  • Design dan maintenance yang kurang baik
  • Program pengawasan pekerjaan tidak dilakukan
  • Lingkungan kerja tidak sesuai standard (kebisingan, pencahayaan kurang, pertukaran udara tidak lancar, dll)
  • Kurangnya sistem proteksi pada mesin akibat engineering control yang tidak berjalan, dll.
Sejatinya, kita tetap harus mencegah kecelakaan di tempat kerja, salah satu caranya adalah dengan menanggapi serius peristiwa nearmiss yang terjadi, serta mengedukasi pekerja untuk terus melaporkan nearmiss sekecil apapun.

Salam Safety!

Cara Mengatasi Heat Stress


Wednesday, 16 November 2016

Mengenal Izin Kerja (Work Permit)



             Suatu pekerjaan yang memiliki risiko yang tinggi harus mendapat izin dari supervisior atau Safety Officer di lapangan. Ijin Kerja (Permit to Work) adalah sebuah sistem ijin bekerja tertulis formal yang digunakan untuk mengontrol jenis pekerjaan tertentu yang berpotensi bahaya. Ijin Kerja (Permit to Work) diperlukan untuk mengendalikan dari potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan. Ijin Kerja (Permit to Work) juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti JSA (Job Safety Analysis) dan Tool Box Checklist. Ada beberapa ijin kerja dari suatu pekerjaan yang membutuhkan Ijin Kerja (Permit to Work). Beberapa contoh dari pekerjaan yang harus dibuat Ijin Kerja (Permit to Work), sebagai berikut:
1.       Ijin Kerja Panas (Hot Work Permit) adalah ijin kerja untuk pekerjaan yang menghasilkan api atau menggunakan api, dimana lokasi pekerjaan tersebut berdekatan dengan bahan yang mudah terbakar.
Contohnya: Pekerjaan Welding, grinding & cutting berdekatan dengan bahan mudah terbakar
2.    Ijin Kerja Dingin (Cold Work Permit) adalah ijin kerja untuk pekerjaan seperti: Hidro test, Phenuematic test, Pengecetan, Pekerjaan Sipil dll.
3.       Ijin Kerja Masuk Ruang Terbatas (Confined Space Entry Permit) adalah ijin kerja untuk bekerja didalam ruang terbatas, yang dimaksud terbatas adalah:
        Dari kemungkinan dari keterbatasan oksigen didalam ruang kerja
        Ruangan bekas dari bahan kimia & gas lainnya
        Akses masuk / keluar masuk tempat kerja yang terbatas
        Pencahayaan yang kurang
        dll
Contoh pekerjaan seperti bekerja di dalam tangki, dll.
4.       Radiography Permit adalah ijin kerja untuk pekerjaan yang berhubungan radiasi sinar X/gamma
5.    Ijin Kerja Listrik (Electric Work Permit) adalah ijin kerja untuk pekerjaan menghidupkan atau perbaikan peralatan listrik baru atau peralatan lama & battery charging
6.       Ijin Pengangkatan (Lifting Permit) adalah ijin kerja untuk pengangkatan yang kritikal, beban yang diangkat diatas 10 Ton atau pengangkatan dengan menggunakan 2 crane atau lebih dan pengangkatan material yang mahal harganya dan material lebar ukurannya yang kategorikan berbahaya.
7.       Ijin Bekerja Diatas Ketinggian adalah ijin kerja yang diberikan kepada pekerja yang akan bekerja diatas ketinggian yang dilakukan dimana akses ketempat kerja harus menggunakan personal basket (tanpa tangga/ledder).
8.       Surat Ijin Pekerjaan Penggalian (Excavation Work Permit) adalah suatu pekerjaan yang meliputi semua pekerjaan penggalian di daerah yang memerlukan pemeriksaan dan persetujuan dari berbagai departemen terkait seperti, produksi, electric, communication, pipeline maintenance.


Ijin Kerja K3 (work permit) dikeluarkan oleh Pengawas/Supervisor/Pelaksana kepada sub kontraktor/mandor atau pekerja yang akan memasuki/melaksanakan pekerjaan yang dianggap berbahaya. Bekerja di ketinggian, bekerja di ruang terbatas (sumur, plafond, gua, dsb), atau bekerja di lokasi yang berbahaya adalah sederetan jenis pekerjaan yang memerlukan ijin kerja K3 untuk memulai pekerjaan tersebut.

Pelaksana/pengawas/supervisor akan memberikan ijin kerja K3 setelah melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal sebagai berikut :
a)      Kesehatan Kondisi pekerja.
b)     Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk kelengkapan APD sesuai yang disyaratkan pada kondisi pekerjaan yang akan dikerjakan)
c)    Tidak ada kondisi berbahaya di lokasi pekerjaan (kondisi berbahaya yang ada di lokasi pekerjaan sudah dikontrol sehingga tingkat risikonya ada pada tingkat “dapat ditolererir”)
d)     Hal-hal lain yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja pada lokasi kerja tersebut.